Kisah Si Perampok dan Madu

10462869_737859752946098_2474627861867363107_n

 

Ada seorang perampok yang sangat kejam.  Tak seorang pun yang selamat dari aksi jahatnya.  Ia hidup di zaman Abdul Khaliq al-Ghujdawani(q). Pada suatu hari seorang murid ingin pergi ke tempat zikir melewati jalur pegunungan.  Si perampok dapat melihat bahwa murid itu membawa sesuatu di tangannya.  Itu adalah madu dan ia akan membawakannya untuk Syekh agar semua murid mendapat bagiannya masing-masing sesendok. 

Si perampok merampas madu itu dari tangan si murid yang terpaknya menyerahkannya karena terancam nyawanya.  Perampok itu lalu kabur bersama madunya, tetapi setelah beberapa saat ia merasa ada sesuatu yang aneh.  Ia merasa menyesal telah mengambil madu itu karena menurutnya ada banyak orang yang akan mendapat madu itu jika ia tidak merampasnya semua.  Ia mulai merasa tidak enak sehingga ia mengejar murid itu dan mengembalikan madunya. 

Si perampok kemudian pulang ke rumah dan menceritakan apa yang terjadi kepada istrinya.  Pada malam harinya perampok itu meninggal dunia.  Jasadnya menyangkut di dalam tanah dan orang-orang tidak bisa mengangkatnya selama dua hari.  Mereka pergi menemui Syekh Abdul Khaliq al-Ghujdawani(q) dan beliau datang bersama dua ratus orang murid.  Beliau melihat bahwa jasad perampok itu menyangkut di tanah bagaikan sebuah batu. 

Syekh lalu bertanya kepada istrinya berapa lama mereka telah menikah.  Ia berkata empat belas tahun.  “Selama itu apakah ia telah berbuat suatu kebaikan?”  “Tidak!” jawabnya, “tidak ada.”  Kemudian ia ingat akan sekendi madu yang bahkan suaminya sendiri pun terheran-heran atas kejadian itu. 

Syekh Abdul Khaliq al-Ghujdawani(q) mulai mengelilingi jasad itu dan berdoa, “Ya Allah, Engkau telah berjanji kepadaku bahwa barang siapa yang telah berkhidmah kepadaku akan menerima Surga.  Perampok ini telah membawakan sekendi madu untuk muridku selama lima menit, walaupun itu bukan niatya.  Ia telah membawakan madu untuk kami.  Ia telah berkhidmah kepada kami.” 

Kemudian Syekh Abdul Khaliq al-Ghujdawani(q) mendorong jasad itu dan ia lalu bergerak.  Beliau lalu memandikannya dan menguburkannya dengan tangannya sendiri.  Beliau berkata, “Barang siapa yang bekhidmah pada Syekh-Syekh Naqsybandi, walaupun sekecil butir gandum, mereka akan membawanya.  Allah memberi Syekh-Syekh itu hak untuk memberi syafaat bagi mereka.  Syekh tidak akan melewati Hari Kiamat tanpa membawa mereka yang telah berkhidmah kepadanya, seberapapun kecilnya.” 

Oleh Hajjah Amina (q)

Dari sebuah shuhba di bulan Ramadaan 2004

Hajah Amina adalah istri Mawlana Syekh Nazim Adil dan juga mertua dari Mawlana Syekh Hisyam Kabbani, semoga Allah memberkati mereka semua.

 

The Thief and the Honey

 

There was a thief who was very evil. No one was safe from his crimes. He lived during the time of Abdul Khaliq al-Ghujdawani(q). One day one mureed was going to dhikr using the mountain road. The thief could see the mureed carried something under his arm. It was honey that he was taking to the Shaykh so that all the mureeds could have a spoonful. 

The thief took the honey, which the mureed relinquished (gave) out of fear for his life. The thief made off with the honey but after a few moments he had what was for him an astonishing thought. It occurred to him that so many could have shared in this honey if he had not taken it all. And he began to feel bad. He felt so bad that he caught up with the mureed and gave the honey back. 

The thief went home and told his wife of the very strange and unprecedented thing he had done. That night he died. His body became stuck to the earth and they could not lift it for two days. They went to Shaykh Abdul Khaliq al-Ghujdawani(q) and he came with two hundred mureeds. He looked and saw the body stuck to the earth like a stone. 

The shaykh then asked the wife how long they had been married. She said fourteen years. “In that time did he do any good deeds?” “No,” she answered, “nothing.” Then she remembered the jar of honey, and the fact that even her husband was surprised at himself. 

Shaykh Abdul Khaliq al-Ghujdawani(q) began to circle around the body saying, “Oh Allah, you promised me that whoever has served me will receive paradise. This thief carried a jar of honey for my mureed for five minutes, even if that was not his intention. He carried honey for us. He served us” 

Then Shaykh Abdul Khaliq al-Ghujdawani(q) pushed the body and it moved. He washed and buried it himself. He said, “Whoever serves the Naqshbandi Shaykhs, even as little as a grain of wheat, they will carry them. Allah gives the Shaykhs the right of intercession for them. The Shaykhs will not pass through the Day of Judgement without taking those who served, however little, with them. 

By Hajjah Amina (q)

From a sohba in Ramadaan 2004.

 

About Hajjah Amina(q): Hajjah Amina(q) is the wife of Mawlana Shaykh Nazim Adil (q). She is also the mother in-law of Mawlana Shaykh Hisham Kabbani(q).

 

 

 

Leave a comment